Hukum menikah dengan wali orang lain dalam Islam diperbolehkan dengan beberapa syarat, yaitu yang dipasrahi perwalian nikah harus; lelaki, baligh, merdeka, muslim dan cakap.
Sekarang ini tentu Kita taukil wali (perwakilan wali) saat pernikahan karena alasa udzur syar’i atau wali merasa kurang percaya diri sehingga terpaksa mewakilkan kepada orang lain untuk menikahkan anaknya. Tentu saja hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan bagi masyarakat sehingga menimbulkan berbagai penafsiran yang beragam.
Hukum mewakilkan wali dalam sebuah pernikahan boleh dengan beberapa syarat, yaitu yang dipasrahi perwalian nikah harus; lelaki, yang sudah baligh, merdeka, seorang muslim dan cakap, mungkin kita bisa bahasakan seperti kiai, kepala KUA yang dinilai kompeten, kemudian bisa juha penyuluh dari KUA dan lainnya.
Menikah dengan Wali Orang Lain

Imam Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir, juz IX, hal. 113:
فَأَمَّا تَوْكِيلُ الْوَلِيِّ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوَكِّلَ فِيهِ إِلَّا مَنْ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ وَلِيًّا فِيهِ وَهُوَ أَنْ يَكُونَ ذَكَرًا بالغاً حراً مسلماً رشيداً فإذا اجتمعت هَذِهِ الْأَوْصَافُ … صَحَّ تَوْكِيلُهُ
“Adapun mewakilkan perwalian, hal tersebut tidak diperbolehkan kecuali seseorang yang memenuhi persyaratan yakni: lelaki, baligh, merdeka, muslim, dan pintar. Jika syarat tersebut terkumpul…maka sah mewakilannya.” Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa jika ayah tiri tersebut memenuhi persyaratan, maka ia bisa menerima tawkil wali nikah. Tentunya tawkil ini harus dilakukan dengan kalimat serah terima yang sah menurut syariat.
Namun, bila Kita lihat lebih jauh maka persoalan perwalian nikah tidak hanya sekedar itu. Ada pula kasus wakil wali nikah yang mewakilkannya pada orang lain (taukilul wakil wali) ketika dia udzur syar’i, seperti sakit atau dengan alasan mendesak yang lainnya. Lantas bagaimana hukumnya?
Pada dasarnya boleh bagi wakilnya wali memasrahkan perwalian kepada orang lain dengan syarat adanya izin dari wali (muwakkil) dan wali (muwakkil awal) tidak melarang hal tersebut pemasrahan wakil kepada orang lain tersebut.
Menikah dengan Wali Orang Lain

Imam Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir, juz 6, hal. 518:
فلا يخلو حال الموكل معه من ثلاثة أحوال. أحدها: أن ينهاه في عقد وكالته عن توكيل غيره فلا يجوز له مع النهي أن يوكل غيره فإن فعل كان توكيله باطلا وهذا متفق عليه.
“Keadaan muwakkil (orang yang mewakilkan) beserta dengan wakil (yang menjadi wakil) tidak sepi akan tiga keadaan, pertama: seorang muwakkil melarang wakil di dalam akad wakalah akan perwakilan terhadap orang lain (selain wakil), maka tidak boleh bagi wakil mewakilkan kepada orang lain, jika melalukannya maka pewakilannya batal dan pendapat ini disepakati ‘ulama”.
والحال الثانية: أن يأذن له في عقد وكالته في توكيل غيره واستنابته فهذا على ضربين:أحدهما: أن ينصبه على توكيل رجل بعينه فليس للوكيل توكيل غيره وسواء. كان من عين الموكل عليه أمينا عدلا أو كان خائنا فاسقا لأن اختيار الموكل واقع عليه.
“kedua: muwakkil mengizinkan wakil di dalam akad wakalahnya untuk mewakilkan kepada orang lain dan memintanya untuk menjadi wakil, hal ini terdapat dua macam: pertama: muwakkil mengangkat orang lain di dalam perwakilan dengan pilihan muwakkil itu sendiri, maka tidak boleh wakil mengangkat orang lain selain pilihan dari muwakkil, baik yang dipilih oleh muwakkil itu orang yang amanah dan adil atau orang yang suka hianat dan fasik karena pemilihan itu hak otoritas dari muwakkil”.
والضرب الثاني: أن لا ينصبه على توكيل رجل بعينه، ويقول: قد جعلت إليك الخيار فوكل من رأيت فعلى الوكيل إذا أراد التوكيل أن يختار ثقة أمينا كافيا فيما يوكل فيه
“dan yang kedua: muwakkil tidak mengangkat orang lain di dalam perwakilan dengan pilihan sendiri, lalu muwakkil mengatakan kepada wakil: saya memberi pilihan kepadamu, angkatlah wakil lain terserah kamu, maka boleh bagi wakil memilih orang yang dapat dipercaya dan amanah serta kompeten dalam perkara yang diwakilikan”.
Namun jika kita tilik lebih mendalam dari kitab-kitab kontemporer yang menjadi titik fokus ialah apakah perwakilan itu khusus atau mutlak. Maksud dari kata khusus dan mutlak ini ialah muwakkil dalam menyerahkan perwakilannya menyertakan izin atau melarang terhadap perwakilan orang lain atau bahkan memutlakkan, saat penyerahan perwakilan itu tanpa disertai kata-kata izin atau melarang untuk memberikan perwalian kepada orang lain, ulama’ berbeda pendapat.
Menikah dengan Wali Orang Lain Menurut Pendapat Mayoritas Ulama

Mayoritas ulama teetap berpendapat tidak diperbolehkan sekalipun mewakkil ketika menyerahkan perwakilan kepada wakil tidak menyebutkan izin atau melarang untuk mewakilkan kepada orang lain dengan alasan bahwa perwakilan yang diberikan kepada wakil itu merupakan sebuah pelaksanaan akad bukan malah mewakilkan kepada orang lain.
Menikah dengan Wali Orang Lain
Namun terdapat pengecualian dari sebagian ulama tatkala penyerahan perwakilan dari muwakkil bersifat mutlak, sehingganya boleh bagi wakil untuk mewakilkan perwalian tersebut kepada orang lain.
Dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, j. 45, hal. 82 disebutkan,
ﺩ – ﺣﺎﻟﺔ اﻹﻃﻼﻕ: ﺇﺫا ﺻﺪﺭﺕ اﻟﻮﻛﺎﻟﺔ ﻣﻄﻠﻘﺔ ﺩﻭﻥ ﺇﺫﻧﻪ ﻟﻠﻮﻛﻴﻞ ﺑالوﻛﻴﻞ ﺃﻭ ﻧﻬﻴﻪ ﻋﻨﻪ ﻭﺩﻭﻥ ﺗﻔﻮﻳﻀﻪ ﻓﺎﺧﺘﻠﻒ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﻳﻴﻦ: اﻟﺮﺃﻱ اﻷﻭﻝ: ﺫﻫﺐ ﺟﻤﻬﻮﺭ اﻟﻔﻘﻬﺎء (اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭاﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭاﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭاﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺬﻫﺐ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ اﻟﻮﻛﻴﻞ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻮﻛﻞ ﻏﻴﺮﻩ ﻓﻴﻤﺎ ﻭﻛﻞ ﺑﻪ، ﻷﻧﻪ ﻓﻮﺽ ﺇﻟﻴﻪ اﻟﺘﺼﺮﻑ ﺩﻭﻥ اﻝﺗﻮﻛﻴﻞ ﺑﻪ، ﻭﻷﻧﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﺭﺿﻲ ﺑﺮﺃﻳﻪ، ﻭاﻟﻨﺎﺱ ﻳﺘﻔﺎﻭﺗﻮﻥ ﻓﻲ اﻵﺭاء ﻓﻼ ﻳﻜﻮﻥ ﺭاﺿﻴﺎ ﺑﻐﻴﺮﻩ (2).
“Perwakilan yang mutlak: – ketika perwakilan muncul dengan mutlak tanpa adanya kata-kata idzin atau melarang kepala wakil untuk mewakilkan kepada orang lain dan tidak ada pemasrahan kekuasaan yang penuh, ulama fiqh berbeda pendapat dalam masalah ini, pertama: mayoritas ulama fiqh berpendapat bahwa seorang wakil tidak boleh mewakilkan kepada orang lain dalam perkara yang diwakilkan kepada dirinya, karena perwakilan yang dipasrahkan kepada dirinya hanya untuk melaksanakan akad, bukan mewakilkan kepada orang lain dan muwakkil hanya ridloi kepada dirinya bukan orang lain”.
Menikah dengan Wali Orang Lain

ﻭاﺳﺘﺜﻨﻰ ﺑﻌﺾ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﺤﻜﻢ ﺻﻮﺭﺗﻴﻦ ﺣﻴﺚ ﺃﺟﺎﺯﻭا ﻟﻠﻮﻛﻴﻞ ﺃﻥ ﻳﻮﻛﻞ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻫﻤﺎ: اﻟﺼﻮﺭﺓ اﻷﻭﻟﻰ: ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ اﻟﻌﻤﻞ ﻣﺤﻞ اﻟﻮﻛﺎﻟﺔ ﻳﺘﺮﻓﻊ اﻟﻮﻛﻴﻞ ﻋﻦ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﻤﺜﻠﻪ، ﻛﺎﻷﻋﻤﺎﻝ اﻟﺪﻧﻴﺌﺔ ﻓﻲ ﺣﻖ ﺃﺷﺮاﻑ اﻟﻨﺎﺱ اﻟﻤﺮﺗﻔﻌﻴﻦ ﻋﻦ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻛﺒﻴﻊ ﺩاﺑﺔ ﻓﻲ ﺳﻮﻕ، ﺃﻭ ﻳﻌﺠﺰ اﻟﻮﻛﻴﻞ ﻋﻦ اﻟﻌﻤﻞ اﻟﺬﻱ ﻭﻛﻞ ﻓﻴﻪ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺴﻨﻪ.
“Sebagian ulama fiqh mengecualikan dua hal dalam menghukumi perwakilan yang mutlak, yang mana mereka membolehkan wakil untuk mewakilkan kepada orang lain: pertama: pekerjaan yang diwakilkan kepada diri wakil ialah merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh orang lain, seperti pekerjaan-pekerjaan duniawi, contoh: menjual hewan di pasar atau wakil tidak mampu mengerjakan perwakilan yang dipasrahkan kepada dirinya karena dia merasa tidak layak”.
Itulah beberapa uraian tentang hukum mewakilkan akad nikah kepada orang lain. Semoga ulasan tentang hukum menikah dengan wakil orang lain ini bermanfaat.