Istilah “nikah siri” sebenarnya tidak ditemukan dalam berbagai kitab fikih, sependek penelusuran kami. Namun ini adalah istilah yang cukup sering muncul di tengah masyarakat. Lantas seperti apa hukum menikah siri dari sudut pandang agama dan negara?
Siri dari kata sirriy (سِرّي) artinya tersembunyi. Nikah siri artinya nikah dengan secara sembunyi-sembunyi.
Jika melihat pada pemahaman masyarakat tentang makna nikah siri, kita bisa menggolongkannya dalam 3 model nikah siri.
Hukum Menikah Siri Model 1: Nikah diam-diam tanpa wali atau saksi, atau kawin lari

Model pernikahan seperti ini tidak dapat dikatan sah. Berdasarkan hadits dari Imran bin Al Hushain radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لا نكاحَ إلا بولِيٍّ و شاهِدَيْ عَدْلٍ
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 7557).
Dan juga hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ نَكَحَت بغيرِ إذنِ مَواليها ، فنِكاحُها باطلٌ ، ثلاثَ مرَّاتٍ فإن دخلَ بِها فالمَهْرُ لَها بما أصابَ منها ، فإن تشاجَروا فالسُّلطانُ وليُّ مَن لا وليَّ لَهُ
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, batal, batal. Ketika suami sudah menggauli istrinya, maka mahar sudah wajib diberikan kepada istrinya atas keperawanan yang telah diberikannya. Jika ada perselisihan tentang siapa walinya, maka sulthan (pemerintah) adalah wali bagi orang yang tidak punya wali” (HR. Abu Daud no. 2083, Ibnu Majah no. 1536, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Hukum Menikah Siri Model 2: Nikah dengan wali dan saksi, namun tidak tercatat di KUA

Pernikahan seperti ini sah namun bisa berdosa jika dengan sengaja tidak mencatatkan pernikahan tersebut di KUA, karena tidak taat kepada ulil amri.
Karena ulil amridi Indonesia telah mewajibkan setiap pernikahan untuk dicatat KUA, dan ini perkara ma’ruf (baik). Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu” (QS. An Nisa: 59).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda:
من أطاعني فقد أطاع الله ومن يعصني فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني
“Barang siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, barang siapa yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat padaku, dan barang siapa yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku” (HR. Muslim no. 1835).
Hukum Menikah Siri Model 3: Nikah dengan wali dan saksi, dan dicatat KUA, namun dalam pernikahan tersebut tidak mengadakan walimatul ‘urs

Pernikahan seperti ini sah, namun ada beberapa perbedaaan tentang hukum walimatul urs:
- Pendapat pertama: wajib. Ini merupakan pendapat Zhahiriyyah, salah satu pendapat Malikiyyah, salah satu pendapat Syafi’iyyah, dan juga salah satu pendapat Imam Ahmad.
- Pendapat kedua: mustahab (sunnah). Apabila pihak yang bersangkutan bersengaja tidak mengadakannya atau meminta untuk dirahasiakan, maka hukumnya makruh. Ini pendapat jumhur ulama dari empat madzhab (Syafi’iyyah, Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah).
Wallahu a’lam, pendapat pertama memiliki landasan dalil yang lebih kuat. Dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:
أنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رأى على عبدِ الرَّحمنِ بنِ عوفٍ أثرَ صفرةٍ فقالَ: ما هذا ؟. فقالَ: إنِّي تزوَّجتُ امرأةً على وزنِ نواةٍ من ذَهبٍ . فقالَ: بارَكَ اللَّهُ لَكَ أولم ولو بشاةٍ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melihat pada pakaian Abdurrahman bin Auf ada bekas minyak wangi. Nabi bertanya: ‘ada apa ini Abdurrahman?’ Abdurrahman menjawab: saya baru menikahi seorang wanita dengan mahar berupa emas seberat biji kurma. Nabi bersabda: ‘baarakallahu laka (semoga Allah memberkahimu), kalau begitu adakanlah walimah walaupun dengan seekor kambing’” (HR. Tirmidzi no. 1094, An Nasa-i no. 3372, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Dan juga hadits Abdullah bin Zubair radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
أَعلِنوا النِّكاحَ
“Umumkanlah pernikahan!” (HR. Ahmad no. 16175, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1072).
Dalam hadits-hadits di atas, digunakan perintah. Dan hukum asal perintah ialah menghasilkan hukum wajib.
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ash Shan’ani, Asy Syaukani dan Al Albani rahimahumullah.
Sehingga orang yang menikah namun tidak mengadakan walimatul urs walaupun sederhana, makai ia bisa mendapatkan dosa. Kecuali jika ada udzur. Karena adanya kewajiban itu tergantung kemampuan.
Dari tiga model nikah siri di atas, semuanya ada sisi negatifnya. Oleh karena itu Naisha sangat menyarankan agar tidak melakukan nikah siri. Nikah wajib ada wali dan saksi, dicatat oleh KUA dan adakanlah walimatul urs walaupun diselenggarakan secara sederhana.
Hukum Menikah Siri 4 Menurut Negara

Lantas bagaimana jika di lihat dari pandangan hukum?
Nikah siri dapat Kita artikan sebagai perkawinan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan Pasal 2 PP No. 9 Tahun 1975 sebagai peraturan tentang pelaksanaan UU No.1 tahun 1974 yang mana telah disebutkan bahwa perkawinan bagi penganut Islam dilakukan oleh pegawai pencatat dengan tata cara pencatatan. Dimana dalam hal ini nikah dibawah tangan atau yang biasa Kita sebut dengan menikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas pencatat nikah dan tidak tercatat di KUA.
Terdapat beberapa faktor penyebab seseorang nikah siri:
- Adanya masalah ekonomi
- Keinginan untuk berpoligami
- Pernikahan di bawah umur
Status pada anak yang lahir dari kawin siri. Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 tentang Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, bahwa anak yang lahir dari pernikahan siri disamakan statusnya dengan anak luar kawin.
- Apabila kelak sang ayah meninggal dunia, sang anak juga tidak berhak menerima warisan apapun dari sang ayah, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UUP jo. pasal 100 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
- menurut Pasal 863 KUHPerdata, jika anak hasil pernikahan siri itu diakui oleh ayahnya (setelah melalui serangkaian proses pengakuan secara hukum), maka ia hanya berhak mewarisi 1/3 bagian dari yang seharusnya ia terima jika ia merupakan anak yang
Maka dari itu kawin siri adalah [ernikahan yang tidak sah, sesuai pasal 2 UU perkawinan. Suatu perkawinan dianggap sah jika perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan juga kepercayaan mempelai, dan tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah melihat hukm menikah siri dan juga berbagai konsekuensinya, Naisha menyarankan kepada NaishaMate agar memilih untuk menikah secara sah di mata agama maupun Negara. Hal ini demi kenyamanan dan juga keamanan semua pihak. Selain itu agar perempuan tidak dirugikan dan juga mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Sehingga Anak juga diakui secara agama maupun negara.