Nabi Yakub AS merupakan putra dari Nabi Ishaq (AS) dan istrinya Rifqah binti A’zar. Nabi Yakub lahir di tanah Palestina. Yakub tumbuh tepat di bawah jejak ayah dan kakeknya. Beliau memiliki keyakinan penuh pada keesaan Allah SWT. Berikut ini akan Naisha bahas menegenai kisah Nabi Yakub yang kehilangan Putranya.
Beliau berdakwak kepada para pengikutnya untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan. Nabi Yakub juga mengajarkan kepada mereka untuk terus berdoa dan bersedekah. Beliau adalah sosok yang sangat bijaksana. Allah SWT menganugerahi banyak berkat-Nya atas dirinya dan keluarga dan kerabatnya.
Kisah Nabi Yakub
Pernikahan dan Keturunannya
Paman Nabi Yakub dikisahkan membuat Nabi Yakub (AS) melayaninya selama tujuh tahun dan berjanji menikahkan Rahel bersamanya.
Dikisahkan bahwa Nabi Yakub (AS) memiliki empat istri dan dua belas putra yang menjadi nenek moyang dari dua belas suku. Nabi Yusuf (AS) dan Benyamin berasal dari keturunannya bersama Rahel. Beliaupun sangat menyayangi putranya.
Gambaran Nabi Yakub adalah seorang yang fasih, yang memiliki iman kuat dan takkan tergoyahkan. Kebijaksanaannyapun diabadikan dalam Al-Quran yang artinya:
“Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”(Al-Quran Surat Yusuf Ayat 68)
Ketabahan Nabi Yakub tergambar jelas sepanjang berbagai cobaan yang dijalaninya. Tidak diragukan lagi, Nabi Yakub juga menunjukkan semangat juangnya dalam berdakwah.
Kebijak sanaan Nabi Yakub dalam mengasuh anaknya, sebagaimana yang diabadikan di dalam Al-Quran berikut ini.
“Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta’bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Quran 12:5-6)
Kebijaksanaan Yakub sebagai ayah tergambar saat menanggapi cerita Yusuf. Beliau sangat memelihara dan mendukung Yusuf (AS) yang menjelaskan tentang mimpinya mengenai sebelas bintang, matahari dan bulan agar bersujud untuknya.
Berikut ini adalah beberapa gambaran mengenai kebijaksaan beliau dalam mengasuh anaknya.
Pertama, Nabi Yakub mengakui pentingnya mimpi Yusuf dan memvalidasi pengalamannya dengan mengingatkannya dengan berkah yang diberikan oleh Allah SWT.
Kedua, beliau juga tidak lupa untuk menasihati Yusuf untuk merahasiakan mimpi itu; dengan demikian, menampilkan kedalaman wawasan tentang sifat manusia. Hal ini untuk menjaga Yusuf dan menghindarkan perasaan iri dengki saudara-saudara Yusuf.
Nabi Yakub menghindari untuk menyoroti kelemahan apa pun, karena iri hati, dalam hal ini beliau bukan menyalahkan atau menyoroti putranya yang lain tetapi, sebaliknya, dia membawa perhatian Yusuf kepada Setan, karena setanlah yang akan mempengaruhi hati dan pikiran saudara-saudara Nabi Yusuf.
Kisah Nabi Yakub dan Nabi Yusuf ini menggambarkan baiknya hubungan antara anak dan ayah yang terbangun. Dengan menanggapi dengan perhatian yang tulus terhadap pengalaman anak-anak mereka, orang tua juga mengajarkan pola komunikasi yang terbuka kepada anknya.
Selain itu, sebenarnya tersirat pesan berharga untuk mengajarkan belas kasihan anak-anak dengan menggunakan retorika, yang mendorong munculnya empati dan cinta, terutama antar saudara kandung.
Ketika kisah ini kemudian terungkap, dalam Al-Quran digambarkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS menyembunyikan perasaan buruk terhadap adik lelaki mereka dan menganggap bahwa ayahnya pilih kasih dan lebih menyayangi Yusuf.
Setelah ayah mereka mengizinkan, kemudian mereka membawa Yusuf (AS) dalam perjalanan santai dengan maksud untuk menyingkirkannya. Para saudara Nabi Yusuf melemparkannya ke dalam sumur dan kembali ke ayah mereka dengan menyampaikan berita palsu.
Sejak saat itu, Nabi Yakub AS dilanda kesedihan yang mendalam karena kehilangan putra tercintanya yaitu Nabi Yusuf AS. Sepanjang hari Nabi Yakub terus menangis hingga akhirnya menjadi buta.
Namun, di sisi lain Allah juga telah memberikan Nabi Yakub kekuatan untuk melewatinya semuanya dan menunjukkan kebenaran,
Tidak seperti kebanyakan reaksi orang tua yang kehiklangan anaknya, Nabi Yakub (AS) menanggapi berita kematian Yusuf (as) dengan tekad kuat. Walaupun pada akhirnya Nabi Yakub mengetahui kebenaran bahwa putra-putranya telah melakukan dosa dan menyampaikan berita palsu, beliau memutuskan untuk tetap merespon dengan segenap kesabaran yang dimilikinya. Ibn Kathir juga telah menjelaskan perilaku paradoks para putra dan kecurigaan Ya’qub:
“Mereka mengklaim bahwa ini adalah baju yang dikenakan Yusuf, ketika serigala melahapnya, ternoda oleh darahnya. Namun demikian, mereka lupa untuk merobek baju itu, dan inilah sebabnya Nabi Allah Yakub tidak mempercayai mereka. Sebaliknya, dia mengatakan kepada mereka apa yang dia rasakan tentang apa yang mereka katakan kepadanya, sehingga menolak klaim palsu mereka.”
Terlepas dari semua itu, tentang sifat berdosa dari tindakan putranya, reaksi Yakub (AS) tidak memiliki jalan lain yang ia lakukan selain berusaha untuk tetap bersabar.
Nabi Yakub (AS) memberikan contoh sebuah kesabaran, di mana hal ini membutuhkan tekad serta keberanian untuk tabah selama kesengsaraan. Nabi Yakub berdiri sebagai contoh bagi orang tua untuk menunjukkan kesabaran selama konflik keluarga, sementara secara aktif dan cerdas serta dapat mencari solusi dan waktu yang tepat.
Setelah penantian yang sangat lama, akhirnya Nabi Yakub mengetahui bahwa Nabi Yusuf masih hidup. Yusuf saat itu adalah penjaga gudang di Mesir. Nabi Yakub bersama seluruh keluarga lantas memutuskan untuk pergi menuju Mesir atas undangan putranya. Mereka diberikan sambutan yang sangat hangat. Keluarga Nabi Yakub pun kemudian menetap di Mesir. Putranyapun sudah saling bermaafan. Nabi Yakub dikisahkan meninggal pada usia 140 tahun dan dimakamkan di Hebron (al-Khalil) sesuai dengan keinginan beliau.